Senin, 11 Desember 2017

Dimana Masa Indahmu Berada? Balita, Remaja, Dewasa atau Lanjut Usia?

Setiap manusia mempunyai beberapa tahapan dalam hidupnya. Dimana masa yang kalian paling suka?

SD
Masa saat kita memiliki banyak teman bermain. Bermain di sekolah dan bermain di rumah. Belajar kelompok sambil bermain dan bermain dengan alasan belajar kelompok. Di masa aku SD, permainan kami adalah permainan tradisional seperti petak umpet, benteng (bahasa jawa: betengan), ding dong (bahasa jawa: engklek gacuk), karambol, gobak sodor, bekel (bahasa jawa: gatheng)  dan lain-lain. Kemudian permainan olahraga seperti kasti, sepak bola, dan voli. Sekolah adalah tempat bermain paling menyenangkan, bahkan di kelasnya pun bisa. Dari bermain lompat tali di bagian belakang barisan bangku, bermain rumah-rumahan dengan buku dan alat tulis... Upps 😊 masa lalu. Selain itu, yang menyenangkan saat usia SD adalah jajanan dan mainan yang dijual di area sekolah. Kami bisa membeli berbagi macam makanan seperti somay, gulali, es buah coklat, dan masih banyak lagi. Hal-hal masa SD di daerahku , kini sudah sulit ditemukan lagi. Aku cukup beruntung pernah mengalami masa itu.

SMP
Masa dimana teman bermain semakin bertambah, namun permainan tradisional semakin berkurang. Teknologi mulai mengucilkan permainan tersebut. Handphone dengan fitur pemutar musik dan kamera adalah yang paling canggih dan hanya dimiliki siswa kalangan menengah ke atas. Aku sendiri memiliki HP di kelas 8, yaitu No**a yang hanya memiliki fungsi telepon dan mengirim SMS. Namun di kala itu SMS sudah menjadi hal yang sangat berguna bagi kami. Untuk bertukar informasi, bertanya kabar, serta sekadar menyapa. Hal itu menjadi aktivitas favorit kami, karena layanan kartu telepon saat itu menyediakan berbagai bonus SMS gratis dari 100-1000x. Bahkan ada pula yang memberi bonus telepon.
Namun hal ini ternyata bukan hal yang memberi dampak baik bagi anak seusia SMP. Mereka yang seharusnya bisa berbincang langsung dengan bertatap muka, tapi malah memilih cara yang kurang santun. Bahkan di kelas yang sama pun masih saja memilih SMS untuk komunikasi.

SMA
Masa ketika kita semakin banyak teman. Permainan tradisional masih ada, masih ada yang melakukan. Yaitu orang-orang yang sadar bahwa permainan tradisional itu hemat dan menyenangkan. Teknologi sudah bukan hal baru, bahkan menjadi hal biasa. Hampir seluruh siswa memiliki HP dengan fitur musik, kamera, dan ditambah dengan internet. Mulai muncul sosial media (sosmed), media komunikasi melalui internet yang mengharuskan kita memiliki akun pribadi untuk bisa terhubung dengan teman lama, teman saat ini, bahkan calon teman yang belum dikenal. Sosmed yang saat itu paling diminati adalah facebook, dan hampir semua siswa pun memiliki akun di sosmed tersebut. Ada yang punya akun ganda, dengan nama asli, samaran, hingga nama yang sulit dimengerti. Mungkin saat seperti ini adalah usia kita menjadi alay (anak lebay). Alay adalah kondisi dimana seseorang sudah lewat remaja namun belum mencapai dewasa. Mereka sering melakukan hal secara berlebihan
Menulis berlebihan di sosmed (contoh: ya menjadi yach). Menulis kata yang seharusnya menggunakan huruf diubah menjadi angka (contoh: aku mau menjadi 4ku 5u).

Tempat bermain sudah tak lagi di rumah teman atau di sekolah, tapi siswa SMA lebih sering menghabiskan waktu di warnet (warung internet). Kita bisa akses internet dengan layar lebih lebar dalam waktu lama dengan biaya cukup lebih murah dibandingkan beli pulsa internet di HP. Selain itu, mereka sudah mulai bermain ke tempat wisata atau tempat bagus lainnya. Tujuannya agar bisa menggunakan fitur kamera di HP mereka.

Anak SMA sudah mulai melatih kemandirian dan melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat melalui organisasi dan eskul. Aku sendiri bergabung di organisasi Rohis (Kerohanian Islam), Pramuka, dan mengikuti eskul karate. Selain menambah teman dengan minat yang sama, aku belajar bagaimana bentuk kepedulian dan kerjasama untuk bertahan di dalam suatu organisasi yang membawa manfaat.

Perguruan Tinggi (S1)
Masa pendidikan setelah SMA. Sebelumnya aku mencoba kuliah di perguruan tinggi negeri, kebetulan ada tawaran beasiswa juga. Namun ternyata bukan keberuntungan, karena aku tidak lulus di SNMPTN di Yogyakarta. Aku tidak lagi mencari tempat kuliah di sana. Aku ditawari kakak untuk kuliah di universitas swasta di Tangerang Selatan. Awalnya aku sudah tidak ingin melanjutkan kuliah dan hanya berniat merantau dan mencari kerja. Namun akhirnya aku memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Cukup menyenangkan dan ternyata lebih semangat ketika melakukan keduanya.
Tentang masa kuliah, yaitu masa dimana teman tentunya semakin banyak setelah digabung dari teman SD sampai kuliah. Tak ada lagi permainan tradisional, bermain dengan alasan belajar kelompok dan berlama-lama bermain sosmed atau game di warnet. Hampir semua mahasiswa punya android yang sudah menjadi kebutuhan (bisa dibilang primer), dan sudah memenuhi keperluan yang dianggap lebih seru dari permainan masa sebelumnya. Teman adalah rekan berdiskusi, bertukar informasi dan pengalaman, bertukar jawaban saat ujian, dan berbuat kekonyolan. Tempat berkumpul tak sering terjadi di rumah karena sebagian besar dari kami adalah pekerja dan hanya sedikit waktu yang luang. Kami memilih tempat yang nyaman untuk berbincang-bincang seperti tempat parkir, plataran kampus, taman, depan ruko (yang malam hari sudah tutup), dan sesekali di kafe atau warkop ketika awal bulan. 😄

Entah mengapa masa ini terkadang aku ingin bilang sebagai masa pemberontakan dan kebebasan. Dari hal kecil yaitu telat masuk kelas bukan suatu kesalahan, tidak mengerjakan tugas adalah kemakluman, serta menyontek yang merupakan kebiasaan.
Adapula saat dimana banyak aktivis bermunculan, membela segala macam persoalan yang dianggap tidak sejalan dengan kebenaran dan pendapatnya. Ini berakhir ketika skripsi mulai menjadi hal yang mengganggu pikiran mereka. Hal yang tidak mau dikerjakan namun sia-sia 4 tahun berjalan kalu tidak diselesaikan. Mengubah orasi menjadi harus terbiasa presentasi.

Masa kuliah bukan lagi masa memikirkan lulus dan lanjut studi saja. Tapi kita mulai berpikir mengenai jumlah usia yang akan diisi dengan kehidupan apa di kemudian hari. Mengubah dari mencari solusi mengatasi masalah tersulit yaitu PR matematika menjadi mencari solusi mengatasi PR masa depan mau jadi apa. Mengubah dari bermain rumah-rumahan menjadi bagaimana kita bisa memiliki rumah sungguhan. Mengubah dari mau mencari pacar seperti apa menjadi mau kapan siap menjadi istri/suami.

Tahapan usia manusia supaya menjadi cukup bermakna:
1. Bayi/balita
2. Anak-anak
3. Remaja
+4. Alay
5. Dewasa
6. Lansia (lanjut usia)

Jika kamu lahir di 1994, mungkin ada sedikit kisah kita yang sama. 😊

-Kosan Lt. 2-

Belajar Analisis Novel (Perempuan di Titik Nol)

Belajar Analisis

(Source Picture: google/Ainhy Edelweiss)

Sinopsis Novel Perempuan di Titik Nol
Novel Perempuan di Titik Nol adalah novel terjemahan Karya Nawal el Saadawi dari judul asli Woman at Point Zero. Diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Obor Indonesia. Novel ini menceritakan tentang seorang perempuan yang bernama Firdaus yang mengalami penganiayaan, pelecehan seksual, dan perlakuan tidak wajar baik dari segi fisik maupun mental oleh banyak laki-laki. Setelah ayah dan ibunya meninggal, Firdaus diasuh oleh pamannya. Walaupun pamannya bersikap lebih lembut dibanding ayahnya, tapi pamannnya tak melewatkan kesempatan untuk menikmati tubuh Firdaus. Firdaus kemudian dikirim oleh pamannya ke sekolah menengah. Setelah lulus dengan nilai terbaik dari sekolah menengah tersebut, Firdaus dipaksa menikah dengan seorang lelaki tua berumur 60 tahun yang kaya raya yang pelit. Dalam kehidupan rumah tangganya, Firdaus sering kali di perlakukan kasar oleh suaminya. Firdaus pun melarikan diri dari rumah karena tidak mendapatkan rasa aman. Penganiayaan dari segi fisik seringkali dia alami hingga membuat muka memar di pipinya dan darah keluar dari hidungnya. Pernah dia pulang ke rumah pamannya namun oleh istri pamannya dia di usir dan di suruh kembali kepada suaminya yang renta itu. Inilah awal mula dia menjadi wanita jalanan.
Pertama, Firdaus bertemu Bayoumi, ia adalah seorang lelaki yang awalnya tampak baik. Namun ternyata  Bayoumilah  yang membawa Firdaus pada sebuah profesi yang disebut pelacur, bahkan selain Bayoumi dia juga dijamah oleh teman–teman Bayoumi. Karena Firdaus merasa tidak tahan atas semua perlakuan Bayoumi maka ia pun melarikan diri. Setelah itu, ia bertemu dengan seorang perempuan cantik yang ternyata tidak lebih dari seorang germo. Ia bernama Sharifa Salah el Dine. Dari pertemuannya dengan Sharifa, Firdaus menyadari bahwa tubuhnya memiliki harga tinggi, sehingga jika ada lelaki yang menginginkan tubuhnya maka ia harus mematok harga tinggi. Tetapi, selanjutnya, Firdaus mengalami konflik dengan pacar Shafira, akhirnya dia kembali melarikan diri. Di jalan dia bertemu dengan seseorang untuk kemudian melakukan persetubuhan. Setelah melakukan persetubuhan Firdaus di tinggali uang sepuluh pon. Mulai dari situlah, dia menyadari akan “harga diri”. Setelah kejadian tersebut, Firdaus memulai menjadi pelacur dengan meminta bayaran 20 pon sekali tidur. Selanjutnya, Firdaus menjadi seorang pelacur mandiri yang berharga. Ia bisa membeli apa pun yang ia inginkan. Ia bisa berdandan secantik mungkin. Dan, yang paling penting, ia bisa memilih dengan siapa ia akan tidur.
Karena Firdaus menginginkan hidup yang normal layaknya perempuan–perempuan lain, ia pun berkesempatan bekerja di sebuah perusahaan industri, namun akhirnya ia pun  kembali ke dunia pelacuran lagi karena patah hati dengan kesombongan lelaki yang bernama Ibrahim. Disana ia bertemu dengan seorang germo yang memaksa Firdaus bekerja untuknya, germo itu bernama Marzouk. Akhirnya, pengalaman hidupnya yang pahit telah mengubah Firdaus menjadi perempuan yang tak lagi mau diinjak-injak kaum pria. Ia memilih untuk membunuh sang germo yang diawali dengan sebuah pertengkaran. Tapi, Setelah itu ia pun kembali melayani seorang lelaki lagi, kali ini lelaki itu adalah seorang pejabat/keluarga kerajaan. Di akhir hubungan ranjang, Firdaus menampar lelaki itu karena ia terus menerus menanyakan tentang perasaan Firdaus, karena kesal Firdaus pun merobek – robek uang dari lelaki itu seraya berkata bahwa ia pernah membunuh seorang lelaki. Lelaki itu pun ketakutan sambil berteriak sampai akhirnya polisi datang dan menangkap Firdaus. Firdaus pun dimasukkan ke dalam penjara dan akhirnya ia dijemput untuk menerima hukuman mati.
Tokoh Perempuan dan Kedudukannya dalam novel Perempuan di Titik Nol
Tokoh perempuan dalam novel ini adalah Firdaus, seorang perempuan yang hidup di Mesir, Ia menceritakan kisah hidupnya dari balik sel penjara pada saat menunngu datangnya hukuman mati. Dalam novel ini Firdaus mempunyai dua kedudukan dimana ia menjadi perempuan yang selalu tertindas dan mendapatkan pelecehan, serta Firdaus yang menjadi perempuan terhormat dan dihargai banyak orang. Berikut pembahasan mengenai kedudukan tokoh perempuan dalam novel PdTN :

Kedudukan Firdaus sebagai perempuan tertindas dan mendapat pelecehan

Firdaus mendapatkan pelecehan seksual sejak kecil, bahkan dilakukan oleh pamannya sendiri, berikut kutipannya :
“Membuat adonan saya lakukan sambil berjongkok di lantai dengan palung dijepit antara kedua paha saya. Secara teratur, saya angkat gumpalan yang kenyal itu ke atas dan membiarkannya jatuh kembali ke dalam palung. Panasnya tungku mengenai muka saya, menggosongkan ujung-ujung rambut saya. Galebaya saya acapkali menggelosor sehingga paha saya terbuka, tetapi tidak saya perhatikan, sampai pada suatu saat saya melihat tangan paman saya pelan-pelan bergerak dari balik buku yang sedang ia baca menyentuh kaki saya. Saat berikutnya saya dapat merasakan tangan itu menjelajahi kaki saya sampai paha dengan gerakan yang gemetaran dan sangat berhati-hati. Setiap kali terdengar suara langkah kaki orang di pintu rumah kami, tangannya akan segera ditarik kembali. Tetapi, apabila segala sesuatu di sekeliling kami menjadi sunyi kembali, hanya sekali-sekali dipecahkan oleh bunyi ranting-ranting kayu bakar dipatahkan antara jari-jari saya untuk memasukkannya ke dalam tungku, dan bunyi nafasnya yang teratur sampai di telinga saya dari balik buku sehingga saya tidak dapat mengatakan, apakah ia sedang mendengkur dengan tenangnya dalam tidur atau matanya terbuka lebar terengah-engah, dan tangannya akan terus menekan paha saya dengan meremas secara kasar” (PdTN : 20)

Firdaus dipaksa menikah dengan laki-laki tua bernama Syekh Mahmoud, Ia berumur 60 tahun yang kaya raya dan sangat pelit disertai dengan adanya bisul disekitar wajahnya. Firdaus kembali mendapatkan penindasan bahkan penganiayaan dari suaminya. Bahkan ketika ia mencoba kabur dan kembali ke rumah Pamannya untuk berharap pembelaan, tak ada hasil baik yang didapatkan Firdaus. Bukan pembelaan terhadapnya, tetapi justru pembelaan Pamannya diberikan kepada si tersangka yaitu Syekh Mahmoud. Berikut kutipannya :

“Pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya. Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. Lalu saya tinggalkan rumah dan pergi ke rumah Paman. Tetapi Paman mengatakan kepada saya bahwa semua suami memukul isterinya, dan isterinya menambahkan bahwa suaminya pun seringkali memukulnya. Saya katakan, banwa Paman adalah seorang syeikh yang terhormat, terpelajar dalam hal ajaran agama, dan dia, karena itu, tak mungkin memiliki kebiasaan memukul isterinya. Dia menjawab, bahwa justru laki-Iaki yang memahami agama itulah yang suka memukul isterinya” (PdTN : 63)
“Suatu hari dia memukul saya dengan tongkatnya yang berat sampai darah keluar dari hidung dan telinga saya” (PdTN : 64)

Suatu ketika Firdaus berhasil kabur meninggalkan suaminya, dan sampailah ia di Sungai Nil dan dipertemukan dengan lelaki bernama Bayoumi. Namun kembali sebuah pelecehan dialami oleh Firdaus. Firdaus ditipu, disiksa dan hanya dijadikan sebagai pelampiasan hawa nafsu Bayoumi dan teman-temannya. Berikut kutipannya :

“Dia lalu mengurung saya sebelum pergi. Sekarang saya tidur di lantai di kamar lain. Dia pulang tengah malam, menarik kain penutup dari tubuh saya, menampar muka saya, dan merebahkan tubuhnya di atas tubuh saya dengan seluruh berat badannya. Saya tetap memejamkan mata dan menyingkirkan tubuh saya. Demikianlah saya tergeletak di bawahnya tanpa bergerak, kosong dari segala berahi, atau rasa nikmat, malahan dari rasa nyeri, tidak merasakan apaapa. Sebuah tubuh yang mati tanpa kehidupan sama sekali di dalamnya, seperti sebatang kayu, atau sebuah kaos, atau sepatu kosong. Kemudian pad a suatu malam, tubuhnya seakan-akan lebih be rat dari biasa, dan napasnya berbau lain, maka sa va buka mata saya. Ternyata wajah di atas saya bukan wajah Bayoumi” (PdTN : 64)

Firdaus kembali kabur dari orang yang telah melakukan penindasan dan pelecehan terhadapnya, selanjutnya ia bertemu gadis cantik bernama Sharifa. Hanya kebaikan palsu yang diberikan Sharifa, namun sekali lagi adalah pelecehan dan penjerumusan ke dalam dunia pelacuran. Berikut kutipannya :

"Saya tak tahu. Sharifa mengatakan kepada saya kerja itu ya kerja, dan perasaan tidak ada dalam hal pekerjaan." Dia tertawa singkat dan mencium saya di bibir. "Sharifa menipu kamu, dan menghasilkan uang dari kamu, sedangkan kau hanya kebagian rasa sakit." (PdTN : 83)

Kedudukan Firdaus sebagai perempuan terhormat dan berharga

Firdaus berusaha untuk keluar dari penghinaan dan pelecehan. Akhirnya dia mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan industri besar, sebagai pelacur pun dia dapat menjadi seorang yang lebih dihormati dari orang biasa (bukan pelacur), bahkan lebih dari ketika ia di masa kecil dan masa sekolah. Berikut kutipannya :

“Selama tiga tahun bekerja pada perusahaan itu, saya menyadari, bahwa sebagai pelacur saya telah dipandang dengan lebih hormat, dan dihargai lebih tinggi daripada semua karyawan perempuan, termasuk saya” (PdTN : 109)

Firdaus merasa sebagai perempuan yang bernilai tinggi, berharga dan tak pantas lagi dilecehkan, apalagi oleh laki-laki. Berikut kutipannya :

“Saya tidak berusaha khusus untuk mengambil hati salah seorang pejabat tinggi itu. Tetapi sebaliknya, justru rnereka yang mulai bersaing untuk memperoleh budi baik saya. Dengan demikian maka tersebarlah kata-kata bahwa saya adalah wanita yang paling terhormat, seorang pejabat yang paling terpandang di antara karyawati di perusahaan itu. Juga dikatakan bahwa tak seorang pun dari pria-pria itu berhasil mematahkan rasa harga diri saya dan tak seorang pejabat tinggi pun yang telah mampu untuk membuat saya menundukkan kepala, atau membuat mata saya memandang ke arah tanah” (PdTN : 111)

Sebuah pamor baik pun didapat oleh Firdaus. Berikut kutipannya :

“Ketika ia lebih mendekat ia mengenali saya, dan tampaknya terkejut melihat saya sedang duduk di situ seorang diri, karena saya dianggap sebagai salah seorang karyawati yang terbaik, dan karyawan-karyawan yang terbaik diharapkan untuk segera pulang seusai hari kerja” (PdTN : 112)

Firdaus telah dikecewakan oleh lelaki bernama Ibrahim yang merupakan karyawan berpangkat tinggi di kantornya. Firdaus merasa bahwa semua laki-laki sama saja dan ia pun kembali menjadi pelacur, dengan keyakinan bahwa itulah pilihannya. Kini Firdaus menjadi pelacur yang sukses, dan ia merasa menjadi wanita berharga, bahkan lebih berharga dari perempuan manapun. Berikut kutipannya :

“Kenyataan bahwa saya menolak usaha-usaha mereka yang mulia untuk menyelamatkan saya dari keyakinan untuk bertahan sebagai pelacur, telah membuktikan kepada saya, bahwa ini adalah pilihan saya dan bahwa saya memiliki sedikit kebebasan paling tidak kebebasan untuk hidup di dalam keadaan yang lebih baik daripada kehidupan perempuan lainnya” (PdTN : 130)

“Saya telah menjadi seorang pelacur yang sangat sukses. Saya menerima bayaran yang paling mahal, dan malahan orang-orang yang penting pun bersaing untuk disenangi oleh saya” (PdTN : 130)

Firdaus mendapatkan kehormatannya dari hasil melacur. Dimana dia dapat menjadi orang yang sangat terhormat kapanpun ia membutuhkannya, yaitu dengan bantuan uang hasil ia melacur. Berikut kutipannya :
“Suatu hari ketika saya memberikan sumbangan sejumlah uang kepada sebuah perkumpulan sosial, surat-surat kabar memuat gambar-gambar saya dan menyanyikan sanjungan-sanjungan untuk saya, sebagai contoh seorang warga negara dengan penuh pengertian tanggung jawab seorang warga. Dan dengan demikian sejak saat itu, apabila saya memerlukan suatu takaran kehormatan atau nama, saya tinggal mengambil sejumlah uang dari bank” (PdTN : 133-134)

Tujuan Tokoh Perempuan dalam novel Perempuan di Titik Nol

Firdaus, tokoh utama perempuan dalam novel PdTN ini mempunyai sebuah tujuan untuk menjadi seorang perempuan yang sangat mandiri, terhormat, mempunyai harga diri yang tinggi, dan dapat melindungi diri sendiri. Berikut usaha-usaha yang dilakukan tokoh perempuan dalam novel PdTN ini.

Firdaus bekerja dan hidup dalam kemandirian, tanpa bantuan dari orang lain. Pertama ia menjadi pelacur mandiri, tanpa germo. Kedua, ia menjadi seorang karyawan karena kegigihan mencari pekerjaan di setiap iklan lowongan dengan bekal ijazah sekolah menengah.
“Kini saya dapat menentukan makanan apa yang saya ingin makan, rumah mana yang saya lebih suka tempati, menolak laki-Iaki yang menimbulkan rasa enggan, apa pun dlasannya, dan memilih laki-Iaki yang saya inginkan, sekalipun hanyalah karena dia itu bersih dan kukunya terawat baik. Seperempat abad telah lewat, karena saya menginjak umur dua puluh lima ketika saya mulai memiliki sebuah apartemen sendiri yang bersih, dengan pemandangan ke arah jalan utama, menggaji seorang koki yang menyiapkan makanan yang saya pesan, dan mempekerjakan seorang lainnya untuk mengatur pertemuan-pertemuan pad a jam-jam yang cocok dengan saya, dan yang sesuai dengan persyaratan yang saya anggap dapat diterima. Rekening bank saya bertambah terus.” (PdTN : 99)

“Saya tetap masih punya ijazah sekolah menengah saya, surat penghargaan saya, dan otak yang tajam dan bertekad untuk mencari pekerjaan yang terhormat. saya tetap memiliki dua mata yang hitam yang dapat menatap mata orang dan siap melawan pandangan orang yang mengerling licik yang dilontarkan kepada saya dalam menempuh jalan hidup saya. Setiap kali ada iklan saya ajukan lamaran untuk mendapatkan pekerjaan itu. Saya pergi ke semua kementerian, departemen dan kantor-kantor perusahaan yang mungkin ada lowongan. Dan akhirnya, berkat daya upaya itu, saya memperoleh suatu pekerjaan pada salah satu perusahaan industri besar.” (PdTN : 105-106)
Firdaus dapat menjadi perempuan terhormat. Pertama, dengan cara berprestasi dalam pekerjaannya di perusahaan industri besar. Kedua, dalam pekerjaannya sebagai pelacur sukses dia mempunyai uang yang banyak untuk menciptakan kehormatannya.
"Bukan karena saya lebih menghargai kehormatan dan reputasi saya dari gadis-gadis yang lainnya, tetapi harga saya jauh lebih tinggi dari mereka." (PdTN : 110)
Firdaus memiliki harga diri yang tinggi. Pertama dia sebagai karyawan yang lebih baik dari orang lain sehingga tak ada yang memandang rendah. Kedua, dalam pekerjaannya sebagai pelacur mandiri ia mematok harga tinggi hingga 20 pon. Dan dia pun dapat menolak laki-laki yang tidak ia inginkan dan hanya menerima yang ia sukai meski berdasar kebersihan dan kerapian.
“karena saya dianggap sebagai salah seorang karyawati yang terbaik, dan karyawan-karyawan yang terbaik diharapkan untuk segera pulang seusai hari kerja” (PdTN : 112)

Firdaus selalu berusaha melindungi dirinya sendiri dengan berbagai cara, yang terpenting dia berada di posisi majikan dan tak lagi diperbudak. Hingga pada suatu ketika ia membunuh seorang germo bernama Marzouk, dan itu merupakan bentuk perlindungan terhadap dirinya. Ia tak mau hidup sebagai budak germo karena ia ingin mencari pekerjaan lain. Namun ketika ia kembali menjadi pelacur dan mendapatkan pelanggan seorang pangeran, ia kembali berusaha melakukan perlindungan diri. Tampak ia merobek-robek uang pemberian pangeran karena ia tidak suka dengan orang yang menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi yang bejat, lalu dengan kesalnya ia menceritakan bahwa ia pernah membunuh seorang laki-laki dengan maksud menakuti pangeran. Sang pangeran ketakutan dan berteriak hingga akhirnya polisi datang dan menangkap Firdaus.

“la mulai mengambil pisau yang ada dalam kantungnya, tetapi tangan saya lebih cepat dari tangannya. Saya angkat pisau itu dan menancapkannya dalam-dalam di lehernya, lalu mencabutnya kembali dan menusukkannya dalam-dalam ke dadanya, mencabutnya keluar dan menusukkannya ke perutnya. Saya tusukkan pisau itu ke hampir semua bagian tubuhnya.”(PdTN : 139-140)
Saya berkata, "Barangkali sekarang kau akan percaya bahwa saya benar-benar mampu untuk membunuhmu, karena kau tidak lebih baik daripada seekor serangga, dan apa yang kau perbuat hanyalah menghabiskan uang beribu-ribu yang kau ambil dari rakyatmu yang mati kelaparan untuk diberikan kepada pelacur." (PdTN : 145-146)

Firdaus dijatuhi hukuman mati, namun ia tetap berkeyakinan bahwa inilah bentuk perlawanannya untuk dirinya yang lebih berharga dan benar dibanding mereka. Jika ia tetap hidup ia akan terus membunuh jika bertemu orang-orang seperti Marzouk. Firdaus merasa benar dan ia akan tetap menjalani hukuman matinya.
"Ada harapan kamu dibebaskan jika kamu mengirim surat permohonan kepada Presiden dan minta maaf atas kejahatan yang kau lakukan." "letapi saya tidak mau dibebaskan," kata saya, "dan saya tidak mau minta pengampunan atas kejahatan saya. Apa yang disebut kejahatan bukanlah kejahatan.
"Kau membunuh seorang lelaki." "Jika saya keluar lagi dan memasuki kehidupan yang menjadi milikmu, saya tidak akan berhenti membunuh. Jadi apa gunanya saya menyampaikan permohonan pengampunan kepada Presiden?" (PdTN : 147-148)
Kepasifan adalah bentuk perlawanan utama yang digunakan Firdaus dalam mempertahankan harga dirinya. Pada saat ia mengalami pelecehan seksual dari seorang laki-laki, ia akan membiarkan tubuhnya bertindak pasif tanpa bergerak, kosong dari segala berahi, atau rasa nikmat, malahan dari rasa nyeri, tidak merasakan apa-apa. Sebuah tubuh yang mati tanpa kehidupan sama sekali di dalamnya, seperti sebatang kayu, atau sebuah kaos, atau sepatu kosong. Kepasifan Firdaus ini menyebabkan lelaki tidak mendapatkan seluruhnya dari Firdaus, tidak mendapatkan balasan kenikmatan atau respon apapun. Sehingga pasif inilah perlawanan terhadap pelecehan laki-laki.

Kritik Sastra Feminis terhadap Novel Perempuan di Titik Nol

Dalam novel Perempuan di Titik Nol ini pengarang menempatkan tokoh utama yaitu Firdaus sebagai seorang perempuan yang berjuang di balik penindasan dan kekerasan yang ia alami. Cerita yang dipersembahkan Nawal El Saadawi ini menggunakan terlalu banyak bentuk pelecehan terhadap kaum perempuan seperti adanya perkosaan, pelacuran secara paksa, dan kekerasan yang dilakukan oleh kaum lelaki. Di sini menggambarkan seolah seorang perempuan memang kaum yang lemah dan tidak bisa menjaga diri. Padahal pada kenyataannya perempuan yang berjuang demi keadilan gender tidak sedikit muncul di berbagai wilayah. Mereka menamakan dirinya gerakan feminis atau pemerjuang ketidakadilan gender. Banyak perempuan kuat dengan segala usahanya memperjuangkan kaum feminis agar selalu terlindungi.
Di dalam novel yang diterbitkan Yayasan Obor Indonesia ini bentuk perlawanan yang dilakukan tokoh utama kurang terlihat. Bentuk perlawanan yang dilakukan hanyalah sebuah kepasifan. Ketika ia dipaksa berhubungan badan, maka ia akan bertindak pasif dan tidak memunculkan gerakan apapun apalagi perasaan.
Namun di sisi lain novel ini mempunyai kelebihan, bahwa sebuah perlawanan bisa dilakukan dengan perbuatan yang cukup sederhana, bahkan bisa juga dengan hanya berdiam diri saja. Hal itu seperti yang telah dilakukan oleh Firdaus dengan kepasifannya. Sebuah pembelaan hak asasi perempuan memang perlu ditegakkan. Perempuan secara fisik memang kalah dibanding kaum lelaki, namun ada hal yang memang lelaki tidak boleh lakukan terhadap perempuan seperti kekerasan, apalagi pelecehan seksual. Bukan hanya merampas hak asasi namun hal itu bisa masuk kategori kriminal. Sebagai kaum perempuan, kita harus pintar-pintar menjaga diri dan badan. Dapat dimulai dari pengertian dan edukasi mengenai apa saja hak yang dimiliki perempuan sehingga kita dapat menjaganya sendiri atau jika sangat diperlukan mengajak orang lain untuk saling melindungi.
                    ***

Simpulan
Novel ini menggambarkan kisah seorang perempuan yang hidup di negeri Mesir, dimana patriarkat masih kental menjadi sebuah tradisi disana. Seorang perempuan dianggap menjadi kaum lemah dan harus tunduk pada laki-laki, karena kedudukan laki-laki berada di atas kaum perempuan.
Namun dalam novel ini, terdapat sebuah perlawanan dari seorang perempuan yang selalu mendapatkan penindasan dan pelecehan dari kaum laki-laki bahkan sejak kecil. Pekerjaan pelacur terpaksa dijalaninya, namun dia tetap bisa melakukan perlawanan berupa kepasifan. Bahkan kehormatan ia dapatkan dikala ia menjadi pelacur sukses, dan sempat pula ia menjadi karyawan di perusahaan industri besar.

Saran
-Seorang perempuan berhak mendapatkan perlindungan dan hak-hak atas dirinya sendiri.
-Sebagai masyarakat yang menjujung tinggi nilai moral dan sosial, mari kita ciptakan hidup saling menghargai dan menghormati.
-Memberikan edukasi mengenai seks kepada seorang anak sejak kecil berguna sebagai perlindungan atas dirinya.
-Hukuman bagi pelanggar HAM dan pelaku kekerasan harus ditindak tegas mengingat jaman yang kini semakin banyak bermunculan pelaku kejahatan seks maupun kekerasan.

Tugas Kuliah
Matkul "Gender dalam Sastra"

-Kosan Lt. 2-


Minggu, 10 Desember 2017

Penulis Itu

Aku mempunyai hobi membaca dan menulis. Itu yang aku nyatakan dan tulis jika ada yang bertanya apa hobiku sedari kecil. ๐Ÿ˜…

Tapi bukan kebohongan. Aku memang jadi suka membaca dan menulis sejak aku SD. Berawal dari menyukai guru Bahasa Indonesia di SD. Aku suka membaca karena pelajarannya sering disuruh membaca dan menjadi sekertaris kelas hingga suka menulis. Entah ditakdirkan atau bagaimana jabatan sekertaris kelas dari masa SD berlanjut sampai SMP dan SMA. Sudahkah bisa disebut penulis? ๐Ÿ˜„

Dari masa SD aku mulai suka membaca, antara lain majalah Bo**, novel, kumpulan cerpen milik kakak. Sampai masa SMA aku hanya suka membaca, belum memenuhi pernyataan bahwa aku juga hobi menulis. Hanya sekali menulis dongeng untuk mading sekolah.

Berbicara menulis, aku mulai mengamati seorang penulis dari novel yang aku baca. Aku mau membaca semua novel dari pengarang manapun, namun aku menyukai penulis bernama Eka Kurniawan. Karyanya benar-benar luar biasa dan menginspirasi saya yang juga ingin jadi penulis seperti beliau.

(Source Picture: google/Gramedia.com)

Novel yang telah kubaca adalah O, Lelaki Harimau, Perempuan Patah Hati yang Menemukan Kembali Cinta Sejati Melalui Mimpi, dan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Beliau sangat pandai bermain kata-kata dengan detailnya deskripsi suasana maupun tempat. Alur maju mundur pun ia gunakan hingga membuat pembaca kadang harus mengulang membaca beberapa kalimat sebelumnya untuk menyambungkan dan memahami cerita. Cukup rumit dan mengingatkanku pada penulis lama yaitu Pramoedya. Aku juga sudah membaca beberapa novelnya. Luar biasa.

Nama : Fitri
Hobi   : Membaca dan menulis๐Ÿ˜Š

"Semoga tidak hanya menjadi pembaca tapi juga penulis." Aamiin

-Kosan Lt. 2-

Bagi Cerita (Masa Kecil)

Aku memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar. Kala itu sekolah usia paling kecil adalah TK (Taman Kanak-Kanak), namun entah harus bangga atau sok pintar aku memang merasa bangga tak perlu melewati pendidikan TK dan bisa langsung masuk SD. Padahal pada kenyataannya karena orangtuaku tidak memiliki atau menyisihkan uang untuk menyekolahkan anaknya di TK.

Untungnya aku mempunyai banyak kakak yang siap mengajariku pelajaran usia TK, bahkan mungkin lebih dari anak TK pada umumnya. Lebih untungnya semua itu kudapat gratis, dengan bonus kasih sayang pula. 😊

Kelas satu SD masih tahap diajari cara membaca dan menulis. Tak seperti teman-teman yang lain yang masih belum bisa membaca dan menulis meskipun telah sekolah TK, akupun bersyukur telah bisa melakukannya berkat guruku di rumah. Ya, mereka adalah kakak-kakakku.

Waktu berlalu, hingga tiba aku di kelas 6. Aku bisa dibilang anak yang bisa dibanggakan orangtua di usia itu. Karena berkat aku, mereka bisa bercerita bahwa anaknya pandai dan selalu rangking 1 sampai kelas 6. Kebanyakan orangtua akan memberikan hadiah sebagai penghargaan atas prestasi anaknya. Berbeda dengan orangtuaku, tapi aku sudah bahagia melihat orangtuaku bangga dan tersenyum karena hasilku.

Kehidupan usia SD memang sangat menyenangkan bagiku. Dimana beban terberat di pikiran saat itu hanyalah PR matematika. Aku tak harus memikirkan bagaimana mencari uang dan bekerja banting tulang. Karena semua itu adalah pekerjaan orang dewasa. Aktivitas seusiaku adalah belajar dan bermain di sekolah, belajar kelompok yang ujung-ujungnya hanya bermain, bermain ke rumah teman dengan alasan belajar kelompok, mengaji sore hari di masjid sambil bermain dengan teman dan membantu pekerjaan rumah orangtua sebisanya. Simpulannya, mayoritas aktivitas adalah bermain.

"Ketika orang bilang tugas pelajar di rumah adalah belajar. Aku tidak setuju. Karena aku tak pernah belajar. Yang terpenting adalah belajar di sekolah dan kerjakan PR. Sisanya tugas anak adalah bermain." 😊


-Kosan Lt. 2-